____Hamba ALLAH____

____Hamba ALLAH____

Rabu, 08 Desember 2010

Malu kepada ALLAH SWT

Assalamu ‘alaikum wa rahmatulahi wa barakatuh... Allahu Rabbana,
Tak pantas aku menjadi penghuni surga,
Namun tak juga kuat hamba dalam bara
neraka,
Maka perkenankan jiwa meminta,
Ampunan atas khilaf dan nista Sebab hanya Engkau, pengampun yang
paling Maha....
(Abu Nawas) Adalah seorang perempuan datang
menghadap Rasulullah dengan wajah
menatap tanah. Masih dalam keadaan
tertunduk, perlahan terdengar nafas
beratnya keluar satu satu. Sebuah isyarat
bahwa ia seperti tengah dihimpit bertubi masalah. Dia masih saja diam. Tak ada
untaian kata-kata. Rasulullah menunggu.
Beliau seolah tahu, seorang perempuan
datang ke hadapannya selalu dengan satu
perlu. Dalam beberapa jeda, Rasululah
membiarkan perempuan ini dalam diamnya, memberinya kesempatan untuk
mempertimbangkan apa yang hendak
disampaikan. Dalam kegundahan yang
jelas terasa, berkata juga sang perempuan. “Wahai manusia terbaik, dengan apa kubahasakan malu ini pada Allah Yang
Maha Kuasa. Haruskah dengan isak yang
menyesak? Dengan kata yang
menyemesta? Dengan keluhan-keluhan
panjang?” “Apakah gerangan yang terjadi ?” Rasulullah bertanya. “Demi engkau yang dijaga dari segala khilaf, ingin kusampaikan bahwa aku
telah melakukan sebuah dosa besar.
Wahai Rasulullah, betapa malu
kumenghadapkan diri kepada Allah.
Betapa tersiksa, ketika hamba
menengadah mengharapkan benderang Nya. Obati jiwa ini wahai kekasih-Nya ” perempuan ini mengucapkannya dengan
gemetar. Kini isakannya perlahan
terdengar. Rasulullah mendengarkan
keluh perempuan dengan haru. Betapa
perempuan ini malu kepada Allah Yang
Maha Pengampun. Betapa perempuan ini tak mampu menengadahkan pinta kepada
Allah Yang Maha Asih dan Maha Sayang.
Hingga ia sekarang bersimpuh peluh di
hadapannya untuk memohon
penawarnya. Dari bibir manis Nabi
terucap sebuah titah. “Bertaubatlah kepada Allah, wahai perempuan yang melakukan dosa besar !” “Hamba teramat ingin melakukannya, tapi bumi dan langit telah menjadi saksi semua
dosa yang telah diperbuat, dan bukankah
kelak bumi dan langit akan menjadi saksi
di hari kiamat?” pedih perempuan ini sambil menangis. “Bumi tidak akan menjadi saksimu” tukas Rasul Allah. Allah berfirman, “Hari ketika bumi diganti dengan bumi yang
lain..”” (QS Ibrahim : 48). “Allah juga akan melipat langit. Bukankah Ia sendiri telah
berfirman, “Hari ketika Kami menggulung langit bagai menggulung lembaran
kitab ..”” (Al-Anbiya:104). Perempuan ini tersenyum mendengar
tutur Rasulullah. Betapa ia juga
merasakan bahwa Rasulullah tengah
meredakan kegundahannya. Namun,
senyuman itu surut ketika tiba-tiba ia
mengingat sesuatu. Ia pun berseru. “Duhai Nabi, bukankah para malaikat pencatat segala amalan juga
mencantumkan dosa besar itu dalam
buku mereka. Bagaimana ini?” rintihnya putus asa. “Allah telah berfirman, “Sesungguhnya amal baik dapat menghilangkan amalan
buruk”” (QS Hud :114. Nabi melanjutkan “Orang yang bertaubat itu seperti orang tak lagi punya dosa ”. Kali ini perempuan mengangguk-angguk lega, namun tak
seberapa lama kepalanya menggeleng
keras, ragu itu kembali menderas. “Lalu bagaimana dengan firman-Nya yang menyebutkan “Hari ketika lidah mereka, tangan mereka dan kaki mereka menjadi
saksi terhadap apa yang dahulu mereka
kerjakan”?” (QS An-Nur:24) tutur perempuan kepada Nabi. Selanjutnya apa
yang akan disabdakan Rasulullah? Rasulullah pun kembali menjawab dengan
suara yang fasih. Untaiannya begitu
merdu meyakinkan perempuan yang
bertanya. “Allah telah berfirman kepada bumi, juga segenap anggota tubuhnya : “Tahan dirimu, jangan tunjukkan kepada orang
yang diterima taubatnya, keburukan
selama-lamanya ”. Suasana hening. Udara menghantarkan ketenangan. Perempuan
semakin tertunduk. Ada banyak gumpalan
perasaan yang tak bernama. Allah Maha
Pemurah. Terakhir perempuan ini berujar
“Benar, wahai Rasulullah, itulah hak orang yang bertaubat. Tetapi gemetar karena
malu di hari kiamat, dan rasa malu itu
juga adalah dari Allah. Mungkinkah
seorang hamba menanggungnya? Padahal
engkau pernah bersabda “Sesungguhnya orang yang berdosa pada hari kiamat
akan menyebut dosa-dosanya lalu malu
kepada Allah. Keringat, dosanya,
mengucur karena malu. Air keringat akan
mengambang hingga menutup lututnya,
ada yang menutup pusarnya dan bahkan sampai menutup kerongkongannya ”. Tanpa menunggu Rasulullah pun bertutur. “Maka wahai orang yang beriman, kenanglah hari itu, jangan pernah
melalaikannya. Bertaubatlah kepada
Allah, mendekatlah kepada-Nya.
Sesungguhnya Dia adalah Tuhan Yang
Maha Pengampun dan Maha Penyayang ” Dan seketika perempuan ini menangis, air
mata yang tak lagi sama seperti semula.
Bening air mata yang tumpah bukan lagi
karena gundah. Bukan karena lara.
Namun karena gundahnya reda dan
laranya sirna. Ia mematrikan setiap kuntum ucap dari sabda Nabi yang Mulia
di kedalaman jiwa. Betapa Allah Maha
penerima taubat, Maha Penyayang atas
semua hamba. Sepenuh bumi ia sudah
melakukan dosa, sebanyak buih di laut ia
pernah berbuat khilaf, serta seberserak pasir di pantai ia bernista maka hanya
dengan taubat semuanya dapat tertebus.
Dan dengan rahmat-Nya, Allah
merengkuh hamba yang kembali. Dan
karena cinta Nya, Allah akan segera
menghampiri seorang manusia yang kembali pada-Nya meski dengan tertatih
ringkih. Sahabat, dalam setiap detik yang
berdetak. Dalam menit yang
berhamburan tak kenal ampun. Juga
dalam bilangan jam yang menukik tak
terhentikan. Diamlah sejenak. Lihatlah di
kedalaman jiwa. Tengok sebentar ujud hatimu. Adakah rupanya bersinar ataukah
kau temukan ujud yang legam?. Dan
pabila rupa yang kedua yang kau jumpai,
maka seperti ucapan perempuan yang
bersimpuh peluh di hadapan RasulNya
tentang dosa-dosanya, kita juga perlu mengadospsi perkataannya sebagai
manifestasi malu “Dengan apa kubahasakan malu ini pada Allah Yang
Maha Kuasa. Haruskah dengan isak yang
menyesak? Dengan kata yang
menyemesta? Dengan keluhan-keluhan
panjang?” Tapi pernahkah kita malu dengan
menggunungnya dosa yang kita perbuat.
Pernahkah merasa enggan bertemu Allah,
karena malu atas segala salah yang tak
akan luput dari pernglihatan-Nya?
Malulah dari sekarang. Malulah dengan sebenar-benar malu, dengan sepenuh
malu. Terlalu sering kita berada di sudut
yang gelap karena keluar dari orbit
benderang-Nya. Terlalu mudah kita
ingkari nikmat-Nya yang begitu agung,
hingga kita benar-benar tidak tahu malu. Sekali lagi, malulah kepada Tuhan kita. Malu adalah sebagian dari iman, itu
adalah sabda Rasulullah. Tapi malu yang
seperti apa? Dari Abdullah Ibn Mas’ud r.a, diriwayatkan bahwa Nabi bersabda
“Orang yang malu kepada Allah dengan sepenuh malu adalah orang yang menjaga
kepalanya dari isinya, menjaga perutnya
dari segala rezeki tidak halal, selalu
mengingat kematian, meninggalkan
kemewahan dunia dan menjadikan
perbuatan akhirat sebagai hal yang lebih utama. Barang siapa yang melakukan
semua itu, maka ia telah malu kepada
Allah dengan sepenuh malu”. Dan, tahukah kita, apa yang Allah berikan
sebagai imbalan kepada orang yang malu
kepada Nya? Sebuah perlindungan tanpa
tanding. Itulah janji-Nya. Wallahu a ’lam bish-shawwab. Wassalamu ‘alaikum wa rahmatulahi wa barakatuh...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar