____Hamba ALLAH____

____Hamba ALLAH____

Rabu, 08 Desember 2010

Kepada para suami

Awal mula kehidupan seseorang berumah
tangga dimulai dengan ijab-kabul. Saat itulah yang halal bisa jadi haram,
atau sebaliknya yang haram bisa jadi
halal. Demikianlah ALLAH telah menetapkan
bahwa ijab-kabul walau hanya beberapa
patah kata dan hanya beberapa saat saja,
tapi ternyata bisa menghalalkan yang
haram dan mengharamkan yang
halal. . . :-) Saat itu terdapat mempelai pria,
mempelai wanita, wali, dan saksi, lalu
ijab-kabul dilakukan, sahlah keduanya
sebagai suami-istri. Status keduanya pun berubah, asalnya
kenalan biasa tiba-tiba jadi suami, asalnya tetangga rumah tiba-tiba jadi istri. Orang tua pun yang tadinya sepasang,
saat itu tambah lagi sepasang. Karenanya, andaikata seseorang berumah
tangga dan dia tidak siap serta tidak
mengerti bagaimana memposisikan diri,
maka rumah tangganya hanya akan
menjadi awal berdatangannya aneka
masalah. Ketika seorang suami tidak sadar bahwa
dirinya sudah beristri, lalu bersikap seperti
seorang yang belum beristri, akan jadi
masalah. Dia juga punya mertua, itupun harus
menjadi bagian yang harus disadari oleh
seorang suami. Setahun, dua tahun kalau ALLAH
mengijinkan akan punya anak, yang
berarti bertambah lagi status sebagai
bapak. Ke mertua jadi anak, ke istri jadi suami, ke
anak jadi bapak. Bayangkan begitu banyak status yang
disandang yang kalau tidak tahu ilmunya
justru status ini akan membawa
mudharat. Karenanya menikah itu tidak semudah
yang diduga, pernikahan yang tanpa ilmu
berarti segera bersiaplah untuk
mengarungi aneka derita. Kenapa ada orang yang stress dalam
rumah tangganya? Hal ini terjadi karena ilmunya tidak
memadai dengan masalah yang
dihadapinya. ♥●♥_◕_♥●♥ Begitu juga bagi wanita yang menikah, ia
akan jadi seorang istri. Tentu saja tidak bisa sembarangan kalau
sudah menjadi istri, karena memang
sudah ada ikatan tersendiri. Status juga bertambah, jadi anak dari
mertua, ketika punya anak jadi ibu. Demikianlah, ALLAH telah menyetingnya
sedemikian rupa, sehingga suami dan istri,
keduanya mempunyai peran yang
berbeda-beda. Tidak bisa menuntut emansipasi, karena
memang tidak perlu ada emansipasi, yang diperlukan adalah saling melengkapi. Seperti halnya sebuah bangunan yang
menjulang tinggi, ternyata dapat berdiri
kokoh karena adanya prinsip saling
melengkapi. Ada semen, bata, pasir, beton, kayu, dan
bahan-bahan bangunan lainnya lalu
bergabung dengan tepat sesuai posisi dan
proporsinya sehingga kokohlah bangunan
itu. ♥●♥_◕_♥●♥ Sebuah rumah tangga juga demikian, jika
suami tidak tahu posisi, tidak tahu hak
dan kewajiban, begitu juga istri tidak tahu
posisi, anak tidak tahu posisi, mertua tidak
tahu posisi, maka akan seperti bangunan yang tidak
diatur komposisi bahan-bahan
pembangunnya, ia akan segera ambruk
tidak karu-karuan. Begitu juga jika mertua tidak pandai-
pandai jaga diri, misal dengan
mengintervensi langsung pada manajemen
rumah tangga anak, maka sang mertua
sebenarnya tengah mengaduk-aduk
rumah tangga anaknya sendiri. Seorang suami juga harus sadar bahwa ia
pemimpin dalam rumah tangga. ALLAH SWT berfirman, "Laki-laki adalah
pemimpin kaum wanita, karena ALLAH
telah melebihkan sebagian mereka atas
sebagian yang lainnya dan karena mereka
telah membelanjakan sebagian harta
mereka…" (Q.S. An-Nissa [4]: 34). Dan seorang pemimpin hanya akan jadi
pemimpin jika ada yang dipimpin. Artinya, jangan merasa lebih dari yang
dipimpin. Seperti halnya presiden tidak usah
sombong kepada rakyatnya, karena kalau
tidak ada rakyat lalu mengaku jadi
presiden, bisa dianggap orang gila.
Makanya, presiden jangan merendahkan
rakyat, karena dengan adanya rakyat dia jadi presiden. Sama halnya dengan kasus orang yang
menghina tukang jahit, padahal bajunya
sendiri dijahit, "Hmm, tukang jahit itu
pegawai rendahan". Coba kalau bajunya tidak dijahitkan oleh
tukang jahit, tentu dia akan kerepotan
menutup auratnya. Dia dihormati karena bajunya diselesaikan
tukang jahit. Lain lagi dengan yang menghina tukang
sepatu, "Ah, dia mah cuma tukang
sepatu". Sambil dia kemana-mana bergaya
memakai sepatu. aneh bukan??? ♥●♥_◕_♥●♥ Tidak layak seorang pemimpin merasa
lebih dari yang dipimpin, karena status
pemimpin itu ada jikalau ada yang
dipimpin. Misalkan, istrinya bergelar
master lulusan luar negeri sedangkan
suaminya lulusan SMU, dalam hal kepemimpinan rumah tangga tetap tidak
bisa jadi berbalik dengan istri menjadi
pemimpin keluarga. Dalam kasus lain, misalkan, di kantornya
istri jadi atasan, suami kebetulan stafnya,
saat di rumah beda urusannya. Seorang
suami tetaplah pemimpin bagi istri dan
anak-anaknya. Oleh karena itu, bagi para suami jangan
sampai kehilangan kewajiban sebagai
suami. Suami adalah tulang punggung keluarga,
seumpama pilot bagi pesawat terbang,
nakhoda bagi kapal laut, masinis bagi
kereta api, sopir bagi angkutan kota, atau
sais bagi sebuah delman. Demikianlah suami adalah seorang
pemimpin bagi keluarganya. Sebagai seorang pemimpin harus berpikir
bagaimana nih mengatur bahtera rumah
tangga ini mampu berkelok-kelok dalam
mengarungi badai gelombang agar bisa
mendarat bersama semua awak kapal lain
untuk menepi di pantai harapan, suatu tempat di akhirat nanti, yaitu surga.^_^ Karenanya seorang suami harus tahu ilmu
bagaimana mengarungi badai, ombak,
relung, dan pusaran air, supaya selamat
tiba di pantai harapan. Tidak ada salahnya ketika akan menikah
kita merenung sejenak, "Saya ini sudah
punya kemampuan atau belum untuk
menyelamatkan anak dan istri dalam
mengarungi bahtera kehidupan sehingga
bisa kembali ke pantai pulang nanti?!". Karena menikah bukan hanya masalah
mampu cari uang, walau ini juga penting,
tapi bukan salah satu yang terpenting. Suami bekerja keras membanting tulang
memeras keringat, tapi ternyata tidak
shalat, sungguh sangat merugi. Ingatlah karena kalau sekedar cari uang,
harap tahu saja bahwa garong juga
tujuannya cuma cari uang, lalu apa
bedanya dengan garong?! Hanya beda cara saja, tapi kalau cita-
citanya sama, apa bedanya? Buat kita cari nafkah itu termasuk dalam
proses mengendalikan bahtera. Tiada lain supaya makanan yang jadi
keringat statusnya halal, supaya baju
yang dipakai statusnya halal, atau agar
kalau beli buku juga dari rijki yang
statusnya halal. Hati-hatilah, walaupun di kantong terlihat
banyak uang, tetap harus pintar-pintar
mengendalikan penggunaannya, jangan
sampai asal main comot. Seperti halnya ketika mancing ikan di
tengah lautan, walaupun nampak banyak
ikan, tetap harus hati-hati, siapa tahu
yang nyangkut dipancing ikan hiu yang
justru bisa mengunyah kita, atau nampak
manis gemulai tapi ternyata ikan duyung. hoho Ketika ijab kabul, seorang suami harusnya
bertekad, "Saya harus mampu memimpin
rumah tangga ini mengarungi episode
hidup yang sebentar di dunia agar seluruh
anggota awak kapal dan penumpang bisa
selamat sampai tujuan akhir, yaitu surga". Bahkan jikalau dalam kapal ikut
penumpang lain, misalkan ada pembantu,
ponakan, atau yang lainnya, maka sebagai
pemimpin tugasnya sama juga, yaitu
harus membawa mereka ke tujuan akhir
yang sama, yaitu surga. ALLAH Azza wa Jalla mengingatkan kita
dalam sabdanya, "Hai orang-orang yang
beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan
bakarnya adalah manusia dan
batu…" (Q.S. At Tahriim [66]:6). ♥●♥_◕_♥●♥ Kepada pembantu jangan hanya mampu
nyuruh kerja saja, karena kalau saja dulu
lahirnya ALLAH tukarkan, majikan lahir dari orang tua pembantu,
dan pembantu lahir dari orang tua
majikan, maka si majikan yang justru sekarang lagi
ngepel. Pembantu adalah titipan ALLAH, kita harus
mendidiknya dengan baik, kita sejahterakan lahir batinnya, kita
tambah ilmunya, mudah-mudahan orang
tuanya bantu-bantu di kita, anaknya bisa lebih tinggi pendidikannya,
dan yang terpenting lagi lebih tinggi
akhlaknya. Inilah pemimpin ideal, yaitu pemimpin
yang bersungguh-sungguh mau
memajukan setiap orang yang
dipimpinnya. Siapapun orangnya didorong
agar menjadi lebih maju. ♥●♥_◕_♥●♥ http://www.facebook.com/pages/
Surabaya-Indonesia/RENUNGAN-N-KISAH-
INSPIRATIF/301729376267
http://www.facebook.com/profile.php?
id=100000603482396#!/notes/aboemoesa-
asykar-el-furqon/jajakepada-para- suamijaja/10150110313168793

Tidak ada komentar:

Posting Komentar